BAB I
Pendahuluan
Pengkajian Hukum Ekonomi
merupakan kegiatan penelitian bidang hukum yang relatif baru. Hukum ekonominya
sendiri masih belum dikenal dalam tata hukum di Indonesia, seperti halnya
dengan Hukum Perdata, Hukum Dagang, atau Hukum Pidana. Karena itu, pengkajian
tersebut termasuk secara implisit mengembangkan sistem Hukum Ekonomi Nasional
dan menjadi bahan rencana ilmiah bidang Hukum Ekonomi.
Pengemukakan
eksistensi Hukum Ekonomi dan bidang-bidang yang menjadi lingkup Hukum Ekonomi tersebut,
dimaksudkan agar diketahui pendeketan pengkajiannya sehingga lebih jelas
arahnya untuk dikembangkan lebih lanjut.
Mekanisme kerjanya juga
memperhatikan orientasi dari masalahnya sebagai:
- Hal yang telah ada pengaturan hukumnya sendiri.
- Hal yang dapat termasuk dalam kategori Hukum Perdata atau Hukum Publik sedemikian rupa, sehingga Hukum Ekonomi itu tidak mempertentangkan satu dengan yang lainnya, melainkan lebih kepada menyajikan analisis yang menjadi bahan untuk mengadakan pembinaan dan pengembangan Hukum Ekonomi secara nasional.
Pendekatan ini akan
memberi arah kepada pihak yang belum berpegang pada eksistensi Hukum Ekonomi
untuk secara bertahap memahami permasalahannya dan kemudian dapat menerimanya,
untuk selanjutnya bersama-sama mengembangkannya menjadi satu consensus nasional.
BAB II
Teori dan Isi
Dimasukkannya pasar modal sebagai
salah satu bahan dalam pengkajian Hukum Ekonomi Pembangunan merupakan suatu
saran yang tepat. Untuk memahami kedudukan pasar modal dalam pembangunan
nasional, kita perlu memantau seberapa jauh peranan pasar modal yang bisa
diharapkan.
Sebagaimana
kita maklum dalam Pelita III, maka untuk mempertahankan laju pertumbuhan
ekonomi sebesar rata-rata 6,5% per tahun di perlukan kebutuhan investasi
sebesar Rp 42 triliyun yang dibagi atas sumber-sumber: (1) Dalam Negeri 79%,
dimana 37% diharapkan disediakan pemerintah dan 63% diharapkan disediakan
masyarakat; (2) Luar Negeri 21%.
Dari angka diatas dapat dilihat
betapa besar kontribusi masyarakat yang diharapkan dalam pembiayaan pembangunan
nasional (±
Rp 21 triliyun). Pasar modal sebagai sarana moneter ketiga yang mempertemukan
penyedia dana (masyarakat) dan sector yang membutuhkan dana (pengusaha) akan menjadi
salah satu instrument penggali dana yang potensial.
Didalam Garis Besar Haluan Negara (Tap MPR No. IV/1978) Bab IVd tentang Arah dan
Kebijaksanaan Pembangunan ditegaskan bahwa “… kebijaksanaan di dalam bidang
pasar modal perlu dilanjutkan dan ditingkatkan agar dapat tercapai pemerataan
pemilikan dalam pembangunan di berbagai sector ekonomi".
Didalam pertumbuhannya di Indonesia, pasar modal ditandai dengan beberapa
karakter yang khusus. Kekhususan ini tidak terlepas dari arah dan falsafah
negara yang diterapkan pada sektor ekonomi.
Beberapa peranan yang dapat ditonjolkan:
(1) Indonesianisasi
perusahaan PMA:
Dalam rangka
pelaksanaan keputusan Sidang Dewan Stabilisasi Ekonomi Nasional tanggal 22
Januari 1974 dan petunjuk Presiden tanggal 21 September 1975 kepada Ketua Badan
Koordinasi Penanaman modal, sebagai penegasan dari ketentuan terdahulu, telah
dibuat pedoman tentang peningkatan saham nasional dalam perusahaan PMA.
(2) Pasar
modal menuju pemerataan:
Pemerataan
pembangunan merupakan salah satu bagi pembangunan di samping pertumbuhan
ekonomi dan stabilitas nasional. Asas pemerataan guna menuju terciptanya
keadilan sosial dituangkan dalam berbagai langkah kegiatan, yaitu melalui “8
jalur pemerataan”. Pemilikan saham perusahaan yang sehat dan baik merupakan
salah satu manifestasi pemerataan pendapatan.
Melihat fungsi
dan tujuan diaktifkannya kembali pasar modal, ditambah pula dengan potensinya
yang ada, kiranya semua akan sependapat kalau pasar modal perlu didukung
perkembangannya. Pertanyaan yang timbul adalah “sejauh mana hukum positif kita
dapat menyediakan sarana yang baku guna mendukung perkembangan dimaksud”.
- Undang-undang Penanaman Modal
Undang-undang
No. 1 Tahun 1957 juncto No. 11 Tahun 1970 tentang Penanaman Modal Asing pada
dasarnya mempunyai 2 dasar strategi yaitu:
- Penanaman modal asing diundang melalui berbagai intensif serta seperangkat peraturan yang dapat menjamin usahanya di Indonesia.
- Penanaman modal asing diawasi secara intensif oleh para pelaksana pembangunan.
Dengan demikian kurang tepat apabila ada yang
mengatakan bahwa Undang-undang penanaman modal hanya merupakan Undang-undang fasilitas. Di dalam
pelaksanaan Undang-undang penanaman modal di sana-sini selalu timbul perbedaan kepentingan
antara negara tuan rumah dan para penanam modal / perusahaan multinasional. Kepentingan
tuan rumah pada dasarnya adalah mengembangkan ekonomi nasional dimana apabila
perlu, demi kepentingan nasional, menomorduakan prinsip-prinsip ekonomi. Di lain
pihak, kepentingan para penanam modal adalah mencari keuntungan atas dasar
prinsip-rprinsip ekonomi yang berlaku.
Sekarang
ini kiranya sudah tiba waktunya untuk mempergunakan perpajakan tidak hanya
(saja) sebagai faktor daya tarik yang kuat tetapi juga sebagai alat untuk ikut
mengatur perubahan-perubahan dalam struktur penanaman modal yang ada. Perubahan yang
akan disinggung di sini terbatas kepada hal-hal yang kiranya dapat membantu
perkembangan pasar modal.
Contoh:
- Kepada partner Indonesia maupun publik, pembeli saham tetap disediakan fasilitas perpajakan yang menarik dalam hal mereka membeli saham yang berasal dari partner asing.
- Kepada perusahaan yang bersedia menjual sahamnya kepada masyarakat telah diberikan intensif perpajakan. Dan sebaliknya, bagi perusahaan yang sehat, baik dan cukup memenuhi syarat untuk go public, akan tetapi yang bersangkutan tidak bersedia go public maka akan dikenakan disinsensitif perpajakan.
Di
Korea Selatan misalnya, tarif PPs yang umum berlaku adalah 51%. Kepada perusahaan yang
go public diberikan keringanan yang berkisar antara 34%-42%. Apabila perusahaan
yang bersangkutan menolak go public, maka akan dikenakan tambahan PPs sebesar
20%. Kebijaksanaan ini diatur dlm Public
Corporation Inducement Law No. 240 tanggal 30 Desember 1972. Hasilnya dapat
dilihat dalam tabel berikut.
Tabel 1. Perusahaan Publik Korea
(1970-1977)
Perusahaan yang Listed
|
Saham Listed
(Jutaan)
|
Nilai Pasar
(Milyard
Won)
|
|
1970
|
48
|
159
|
98
|
1972
|
66
|
210
|
246
|
1974
|
128
|
488
|
533
|
1976
|
274
|
1583
|
1436
|
1977
|
317
|
2065
|
2535
|
Tabel 2. Perusahaan Publik Indonesia
(1977-1982)
Perusahaan yang
Listed
|
Saham Listed
|
Nilai Perdana
(Juta Rp)
|
|
1977
|
1
|
260.260
|
2.602,6
|
1978
|
1
|
330.260
|
3.302,6
|
1979
|
3
|
7.058.116
|
20.559,2
|
1980
|
6
|
14.588.116
|
37.061,7
|
1981
|
8
|
19.430.116
|
45.218
|
1982*
|
9
|
29.630.116
|
74.428
|
3. Peningkatan penyertaan, yang merupakan alat Indonesianisasi perusahaan PMA yang terbagi atas:
- Private placement:
- kepada perorangan atau partner Indonesia lama
- kepada Lembaga Keuangan
- kepada Koperasi
- Public offer:
- kepada publik, baik individu maupun kelembagaan
4. Kewajiban untuk mengaudit laporan keuangan oleh akuntan public. Audit yang dilakukan akuntan publik bertujuan untuk memberikan opini/pendapat terhadap kewajaran dari laporan keuangan (neraca dan rugi laba) yang disusun oleh managemen perusahaan. Dengan sistem audit yang akan diperoleh manfaat, khususnya bagi pihak ke-3 (pemerintah maupun swasta) bahwa laba atau rugi yag diperoleh perusahaan telah disusun secara objektif (to be presented fairly).
Badan Koordinasi Penanaman Modal sebagai wadah tunggal pengelola penanaman modal, di dalam edarannya No. 32/A1/1981 tanggal 21 Januari 1981 menegaskan sebagai berikut, “Mengingat bahwa perusahaan penanaman modal dalam negeri dan penanaman modal asing telah menikmati fasilitas yang cukup berarti dari pemerintah, maka untuk dapat mengikuti perkembangan tersebut kami mewajibkan Saudara untuk memeriksakan laporan keuangan perusahaan pada akuntan publik.
5. Status penanaman modal: Sebagaimana diketahui bahwa perusahaan PMA pada dasarnya terbagi dalam dua kategori besar, yakni:
- Perusahaan PMA penuh (straight investment)
- Perusahaan PMA patungan (joint venture)
Di
Filipina misalnya, suatu perusahaan termasuk klasifikasi perusahaan nasional
apabila sedikitnya 60% sahamnya berada ditangan nasional. Di Argentina, seluruh
perusahaan disebut usaha campuran apabila nasional Argentina menguasai 51%-80%
saham. Bila mereka memiliki kurang dari 51% perusahaan tersebut termasuk
kategori perusahaan asing. Ketentuan diatas dapat pula dikombinasikan dengan
unsur lain seperti unsur-unsur kepengurusan perusahaan.
Siapa
sebenarnya yang memegang kontrol efektif perusahaan? Dengan mengetahui ini maka
praktek-praktek Strooman atau
Indonesianisasi yang terselubung dapat di minimalisir. Sampai dengan Juni 1981 terdapat 783 buah
perusahaan PMA. Dari jumlah tersebut partisipasi rencana penyertaan pihak
Indonesia sekitar 25%.
BAB III
Analisis menurut mahasiswa
Pasar modal merupakan sumber dana bagi dunia bisnis maupun usaha. namun Pasar Modal bukanlah satu-satunya tujuan. Ditinjau dari hukum positifnya, hukum positif dalam lingkup ekonomi mengenai Pasar Modal di Indonesia statusnya cukup tertinggal jika kita bandingkan dengan pesatnya pembangunan ekonomi yang selama ini telah maju beberapa langkah. Kita harus memberi publik sebuah kepercayaan atas penanaman modal yang bergerak di tanah Ibu Pertiwi ini.
BAB IV
Referensi
- Alan R. Bromberg, Securities Law.
- Bapepam, Himpunan Peraturan Mengenai Pasar Modal,.
- Sumantoro, Hukum Ekonomi.
- Prof. Beverly May Carl, Catatan Lepas.
- Dr. Charles Himawan, The Foreign Investment: Analysis and Management.
- R. Soekardono, S.H., Hukum Dagang Indonesia.
- Prof. Subekti, S.H., Kitab-kitab Undang-undang Hukum Perdata.
- Stock Exchange of Singapore Disclosure Policy, Limited Listing Manual and Corporate.
Nama: Diandra Savira Fitri
Kelas: 2EB25
NPM: 23214020
Mata Kuliah: Aspek Hukum dalam Ekonomi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar