Hukum Perikatan

BAB I
Pendahuluan

A. Istilah Perikatan

Berbagai kepustakaan hukum Indonesia memakai bermacam-macam istilah untuk menterjemahkan Verbintenis dan Overeenkomst yaitu:
  • Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Subekti dan Tjiptosudibio menggunakan istilah Perikatan untuk Verbintenis dan Persetujuan untuk Overeenkomst
  • Utrech dalam bukunya, Pengantar Dalam Hukum Indonesia, memakai istilah perhutangan untuk Verbintenis dan Perjanjian untuk Overeenkomst
  • Achmad Ichsan dalam bukunya yang berjudul Hukum Perdata IB, menterjemahkan Verbintenis dengan perjanjian dan Overeenkomst dengan persetujuan


Syarat mutlak bagi Hukum Perjanjian yang modern dan bagi terciptanya kepastian hukum adalah berpegang pada asas konsensualisme. Asas ini mempunyai arti yang penting yaitu bahwa untuk melahirkan perjanjian cukup dengan dicapainya sepakat. Mengenai hal-hal yang pokok dari perjanjian tersebut, dan bahwa perjanjian berikut perikatan yang ditimbulkannya, sudah dilahirkan pada saat atau detik tercapainya konnsensus. Dengan demikian perjanjian itu merupakan hal penting bagi sistem terbuka atau asas kebebasan berkontrak.


BAB II
Teori dan Isi

Sekalipun Buku III BW mempergunakan judul Tentang Perikatan, namun tidak satu pasalpun yang menguraikan apa yang sesungguhnya dimaksud dengan perikatan. Jadi, dapat disimpulkan bahwa dalam suatu perikatan paling sedikit terdapat satu hak dan satu kewajiban
Contoh:
  1. Mr. A menitipkan sepedanya dengan cuma-cuma kepada Mr. B, maka terjadilah perikatan antara Mr. A dengan Mr. B yang menimbulkan hak pada Mr. A untuk menerima kembali sepeda tersebut dan kewajiban Mr. B untuk menyerahkan sepeda tersebut
  2. Mr. X menjual mobil kepada Mr. Y, maka timbul perikatan antara Mr. X dengan Mr. Y yang menimbulkan:
    1. Kewajiban pada Mr. X untuk menyerahkan mobilnya dan hak pada Mr. Y atas penyerahan mobil tersebut
    2. Hak pada Mr. X untuk menerima pembayaran dan kewajiban pada Mr. Y untuk membayar pada Mr. X

Perikatan adalah suatu hubungan hukum yang artinya adalah hubungan yang diatur dan diakui oleh hukum. Hubungan hukum ini perlu dibedakan dengan hubungan-hubungan yang terjadi dalam pergaulan hidup berdasarkan kesopanan, kepatutan, dan kesusilaan.

Pengingkaran terhadap hubungan-hubungan semacam itu tidak akan menimbulkan akibat hukum misalnya berjanji untuk ke kuliah bersama. Jadi, hubungan yang berada di luar lingkungan hukum bukan merupakan perikatan.

Definisi Perikatan

Perikatan ialah ikatan dalam bidang hukum hartabenda antara dua orang atau lebih, dimana satu pihak berhak atas sesuatu dan pihak lainnya berkewajiban untuk melaksanakannya.

Perikatan hukum harus dibedakan daripada ikatan yang timbul dalam pergaulan hidup dalam masyarakat yang berada di luar hukum.

Batas Nilai Uang

Dahulu pernah ditetapkan nilai uang sebagai batas antara hukum dan moral. Menurut Pitlo jika perikatan tidak dilaksanakan oleh salah satu pihak, dan piak lainnya karenanya menderita kerugian yang dapat dinilainya dengan uang, maka barulah ada perikatan bernilai uang.

Bilamana dua orang telah bertahun-tahun lamanya mendirikan firma, dan kemudian ternyatalah bahwa salah seorang firmant berbuat curang, antara lain tanpa diketahui oleh peserta lainnya melakukan perbuatan usaha dengan melanggar kewenangan yang telah ditetapkan dalam anggaran dasar firma, maka dengan demikian ia merugikan firmant lainnya.

Apakah penodaan nama baik dan kehormatan dalam perkara fintah dapat dinilai dengan uang? Dahulu tidak, tetapi sekarang "dapat".

Memang nilai uang pernah dipakai sebagai ukuran perbedaan antara perikatan dan moral, akan tetapi ukuran tersebut tidak dapat dipertahankan. Hubungan antara hukum dan moral selalu berubah dalam arti kata bahwa bidang moral tetap sama, sedangkan bidang hukum selalu meluas. Sekarang nilai uang tidak dipakai lagi sebagai ukuran, istilahnya menjadi sempit.


A. Obyek Perikatan

Obyek ini berupa memberikan sesuatu, berbuat dan tidak berbuat sesuatu.
Syarat-syaratnya yaitu:
  1. Harus tertentu atau dapat ditentukan. Dalam pasal 1320 sub 3 Undang-Undang menyebutkan sebagai unsur terjadinya persetujuan suatu obyek tertentu, tetapi hendaknya ditafsirkan sebab dapa ditentukan. Karena perikatan dengan obyek yang dpt ditentuin diakui sah.
  2. Obyeknya diperkenankan. Menurut pasal 1335 dan 1337 BW, persetujuan tidak akan menimbulkan perikatan jika obyeknya bertentangan dengan ketertiban umum atau kesusilaan atau jika dilarang oleh Undang-Undang. Pasal 23 AB menentukan bahwa semua perbuatan-perbuatan dan persetujuan-persetujuan adalah batal, jika bertentangan dengan Undang-Undang yang menyangkut ketertiban umum atau kesusilaan
  3. Prestasinya dimungkinkan dahulu untuk diberlakunya perikatan disyaratkan adalah prestasi harus mungkin untuk dilaksanakan. Sehubungan dengan itu, dibedakan antara ketidakmungkinan obyektif dan subyektif. Perbedaaan tersebut terletak pada pemikiran, bahwa dalam hal yang pertama setiap orang mengetahui bahwa prestasi tidak mungkin dilaksanakan dan karenanya kreditur tidak dapat mengharapkan pemenuhan prestasi tersebut

B. Subyek-Subyek Perikatan

Para pihak pada suatu perikatan disebut subyek-subyek perikatan yaitu kreditur yang berhak dan debitur yang berkewajiban atas prestasi. Mungkin saja terdapat beberapa kreditur dan atau kreditur. Debitur harus selalu dikenal atau diketahui, karena ini penting untuk menuntut pemenuhan prestasi. Berlainan dengan kedudukan kreditur yg tidak saja dapat diganti secara sepihak misalnya, cessie. Akan tetapi juga dalam berbagai hal, teristimewa dalam lalu lintas perdagangan kreditur a priori dapat diganti dengan menggunakan klausula atas tunjuk dan atas bawa. Penggantian debitur secara sepihak pada umumnya tidak pernah terjadi karena bagi kreditur bonafiditas daripada debitur adalah hal penting, maka penggantinyapun harus disetujui oleh kreditur.

C. Hukum Perikatan yang Modern

Dalam menyusun Undang-Undang Hukum Perikatan Nasional harus diperhatikan kemajuan zaman dan disadari bahwa negara dan Bangsa Indonesia sudah masuk gelanggang internasional, sehingga mengenai berbagai masalah kita perlu mengindahkan ukuran-ukuran yang dipakai oleh negara-negara dan bangsa-bangsa lain. Kiranya tidak ada yang membantah apabila dikatakan bahwa Burgerlijk Wetboek, sebagai kitab Undang-Undang peninggalan Pemerintah Kolonial Belanda sudah usang karena ia dilahirkan lebih dari satu abad yang lalu. Kita perlu menengok pada berbagai kitab Undang-Undang dari beberapa negara yang lebih up to date, setidak-tidaknya lebih muda usianya daripada Burgerlijk Wetboek kita, misalnya:
  1. Burgerlichses Gesetzbuch (BGB) Jerman (Jerman Barat) dari tahun 1896 yang mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1900
  2. Code civil pada tahun 1973
  3. Civil code of The Philippines dari tahun 1949, sebuah kitab Undang-Undang dari suatu negara ASEAN yang meskipun banyak mengandung unsur-unsur hukum Anglo-Saxon, namun dalam garis besanya, terutama mengenai Hukum Perikatan, mencontoh kodifikasi dari negara-negara di Eropa Barat, dan lain-lain.
Dengan sendirinya, kita tidak boleh melupakan Hukum Adat kita, yang sedapat mungkin juga harus diberikan tempat dalam Undang-Undang Hukum Perikatan Nasional, sekedar tidak menghambat kemajuan.


D. Upaya-Upaya Perikatan 

Menurut Pasal 1381 KUH Perdata perikatan berakhir secara sebagai berikut:

  1. PEMBAYARAN
  2. PENAWARAN PEMBAYARAN TUNAI DIIKUTI PENYIMPANAN ATAU PENITIPAN
  3. PEMBAHARUAN UTANG
  4. SALING MEMPERHITUNGKAN UTANG ATAU KOMPENSASI
  5. PENCAMPURAN UTANG
  6. PEMBEBASAN UTANG
  7. MUSNAHNYA BARANG TERUTANG 
  8. KEBATALAN ATAU PEMBATALAN
  9. BERLAKUNYA SUATU SYARAT BATAL
  10. DALUWARSA
Cara pengakhiran perikatan yang tidak disebut dalam pasal 1381 KUH Perdata ialah antara lain:
  1. Persetujuan pembebasan,
  2. Kematian,
  3. Lewatnya tenggang-waktu,
  4. Pengampunan,
  5. Kepailitan atau pengakhiran sepihak, misalnya:
    1. Perjanjian sewa-menyewa,
    2. Perjanjian perburuhan,
    3. Persekutuan,
    4. Pemberian kuasa (dengan mengindahkan tenggang-waktu tertentu)

E. Cacad-Cacad Kemauan

Sesat


Sesat dianggap ada apabila pernyataan sesuai dengan kemauan, akan tetapi kemauan tersebut didasarkan atas kekeliruan.



  • Sesat mengenai orangnya pihak lawan, contohnya adalah:
    • Mr. A berhadapan dengan pelukis Basuki Martono dan minta dilukis oleh Basuki Martono oleh karenanya, Mr. A mengira berhadapan dengan pelukis Basuki Abdullah.
    • Mr. A membeli luksian Affandi palsu sebagai lukisan Affandi yang asli.
  • Sesat mengenai sifat obyek persetujuan

Paksa

Menurut Pasal 1324 KUH Perdata, paksa ialah perbuatan yang menakutkan seseorang yang berpikiran sehat dan menimbulkan ketakutan kepadanya, bahwa dirinya atau harta-bendanya terancam bahaya kerugian yang besar dan yang segera akan menjadi kenyataan.



Secara luas, setiap ancaman, baik dengan perkataan maupun dengan perbuatan harus dimasukkan dalam perbuatan “paksa”. Selain dalam Pasal 1323 – 1327 KUH Perdata perkataan “paksa” dipergunakan juga oleh Undang-Undang dalam pasal-pasal lainnya, antara lain: Pasal 893 (tentang wasiat), Pasal 1053 (tentang warisan), Pasal 1065 (tentang penolakan warisan), Pasal 1112 (tentang pemisahan harga peninggalan)


  • Alat Tak Halal untuk Mencapai Tujuan Tak Halal
    • B menodong A dengan pistol agar A bersedia untuk menandatangani surat sekian juta rupiah kepada B
    • B menyihir A. Dalam keadaan disihir, A didikte oleh B untuk menulis surat pengakuan
Menyihir orang lain adalah alat tak halal, serta menyuruh orang lain untuk menulis pengakuan utang-uang tanpa terima uang adalah tujuan yang tak halal.
  • Alat Halal untuk Mencapai Tujuan Tak Halal
    • B mengancam A dengan mengajukan permintaan kepailitan A dimuka Pengadilan atau melaporkan pada polisi bahwa A telah melakukan perbuatan Pidana, apabila A tidak bersedia menandatangani pernyataan, maka B akan semakin mengancam A dan berusaha untuk memfitnah A.
  • Alat Tak Halal untuk Mencapai Tujuan Halal
    • Mengancam jiwa seseorang untuk memperoleh dokumen-dokumen bernilai uang yang telah disanggupi oleh orang itu sebagai jaminan untuk utangnya. Mengancam jiwa seseorang adalah alat tak halal, dan akan memperoleh dokumen adalah tujuan halal, namun demikian orang yang telah diancam jiwanya dapat menuntut pembatalan persetujuan penyerahan dokumen termasuk berdasarkan paksa di muka Pengadilan.
  • Yurisprudensi
    • Apabila seseorang telah dihukum oleh Pengadilan dengan hukuman denda subsidi air kurungan, dan orang itu tidak memiliki uang untuk membayar denda, maka demi menyelamatkan diri dari hukuman kurungan, orang tersebut meminjam uang untuk membayar denda, maka persetujuan utang-piutang tidak terjadi dengan paksa.

BAB III
Referensi
  1. Aneka Perjanjian, Subekti R.
  2. Aspek-Aspek Perikatan Nasional, Subekti R.
  3. Perikatan Pada Umumnya, J. Satrio
  4. Azas-Azas Hukum Perikatan, R.M. Suryodiningrat
  5. Pokok-Pokok Hukum Perikatan, R. Setiawan

diandrasav

Phasellus facilisis convallis metus, ut imperdiet augue auctor nec. Duis at velit id augue lobortis porta. Sed varius, enim accumsan aliquam tincidunt, tortor urna vulputate quam, eget finibus urna est in augue.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar