Guna mencapai tujuan mencapai dan memelihara kestabilan nilai Rupiah, Bank Indonesia diberikan kewenangan oleh UU No. 23 Tahun 1999 dalam tiga bidang tugas, yaitu :
- Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter;
- Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran; dan
- Mengatur dan mengawasi bank.
Secara prinsip terdapat beberapa strategi dalam mencapai tujuan kebijakan moneter. Masing-masing strategi memiliki karakteristik sesuai dengan indikator tertentu yang digunakan sebagai nominal anchor (jangkar nominal) atau semacam sasaran antara dalam mencapai tujuan akhir. Beberapa strategi kebijakan moneter tersebut, antara lain :
- Exchange rate targeting (penargetan nilai tukar)
- Monetary targeting (penargetan besaran moneter).
- Inflation targeting (penargetan inflasi)
- Implicit but not explicit anchor (strategi kebijakan moneter tanpa jangkar yang tegas).
- kestabilan nilai tukar Rupiah diperlukan untuk memberikan kepastian dalam perekonomian; dan
- nilai tukar Rupiah yang bergejolak dan merosot drastis akan menyulitkan pencapaian sasaran inflasi yang telah ditetapkan.
Sementara itu, pemantauan terhadap variabel-variabel moneter dan keuangan sebagai sasaran antara dilakukan untuk menentukan berjalannya mekanisme kebijakan moneter ke sektor riil. Transmisi kebijakan moneter pada umumnya berjalan melalui beberapa jalur, yaitu jalur uang, jalur kredit, jalur suku bunga, jalur nilai tukar, jalur harga aset, dan jalur ekspektasi inflasi.
Kerangka operasional kebijakan moneter hingga bulan Oktober 2003 pada dasarnya menggunakan uang primer (M0) sebagai sasaran operasional. Dengan kata lain, kerangka operasional kebijakan moneter yang diterapkan masih dipengaruhi oleh strategi penargetan besaran moneter. Meskipun demikian, sejalan dengan diberlakukannya Undang-undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, kebijakan moneter yang dilakukan diarahkan untuk mencapai sasaran inflasi yang ditetapkan dan diumumkan kepada publik. Hal ini berarti bahwa sejak tahun 2000 Bank Indonesia pada dasarnya telah menerapkan kerangka kebijakan moneter yang dikenal dengan inflation targeting framework. Secara formal, kerangka kebijakan ini dilaksanakan mulai Juli 2005. Dengan kerangka ini, Bank Indonesia secara eksplisit mengumumkan sasaran inflasi yang telah ditetapkan oleh pemerintah kepada publik dan kebijakan moneter diarahkan untuk mencapai sasaran inflasi tersebut. Untuk mencapai sasaran inflasi, kebijakan moneter dilakukan secara forward looking, artinya perubahan stance kebijakan moneter dilakukan melaui evaluasi apakah perkembangan inflasi ke depan masih sesuai dengan sasaran inflasi yang telah dicanangkan. Dalam kerangka kerja ini, kebijakan moneter juga ditandai oleh transparansi dan akuntabilitas kebijakan kepada publik. Secara operasional, stance kebijakan moneter dicerminkan oleh penetapan suku bunga kebijakan (BI Rate) yang diharapkan akan memengaruhi suku bunga pasar uang dan suku bunga deposito dan suku bunga kredit perbankan. Perubahan suku bunga ini pada akhirnya akan mempengaruhi output dan inflasi.
Berdasarkan sasaran inflasi yang ditetapkan, proyeksi pertumbuhan ekonomi, nilai tukar, suku bunga, dan variabel ekonomi makro lainnya, Bank Indonesia melalui penyusunan program moneter dapat memperkirakan permintaan uang yang sesuai dengan kebutuhan riil perekonomian. Dengan pengendalian uang primer (M0) sebagai sasaran operasional, maka jumlah uang beredar di masyarakat (M1 dan M2) dapat dipengaruhi agar sejalan dengan sasaran akhir kebijakan moneter berupa kestabilan harga (inflasi). Instrumen moneter utama yang dipergunakan Bank Indonesia untuk mempengaruhi sasaran operasional tersebut adalah Operasi Pasar Terbuka (OPT), di samping instrumen lain seperti Standing Facilities, Giro Wajib Minimum (GWM), ataupun Imbauan. Kegiatan Operasi Pasar Terbuka (OPT) meliputi:
- Absorpsi Likuiditas : yang dilakukan melalui penerbitan SBI, Term Deposit, Reverse Repo dan penerbitan SBI Syariah.
- Injeksi Likuiditas : yang dilakukan melalui transaksi Repo.
Keterangan:
– VRT (Variable Rate Tender)
– FRT (Fixed Rate Tender)
– FX (foreign exchange)
– SBI (Sertifikat Bank Indonesia)
– SBIS (Sertifikat Bank Indonesia Syariah)
– SUN (Surat Utang Negara)
Standing facilities meliputi:
– Penyediaan dana rupiah (lending facility);
– Dilakukan dengan mekanisme repurchase agreement (repo) surat berharga;
– Penempatan dana rupiah oleh bank di Bank Indonesia (deposit facility);
– Dilakukan dengan menempatkan dana rupiah oleh bank secara berjangka di Bank Indonesia.
Berikut adalah tabel jenis instrumen standing facilities dan dampaknya terhadap likuiditas serta karakteristiknya:
Instrumen dan Keterangan
|
Penempatan Dana
|
Penyediaan Dana
|
||
Deposit Facility
|
FASBIS
|
Lending Facility
|
Repo SBIS/SBSN
|
|
Dampak likuiditas | Mengurangi likuiditas | Mengurangi likuiditas | Menambah likuiditas | Menambah likuiditas |
Frekuensi transaksi | Setiap hari kerja | Setiap hari kerja | Setiap hari kerja | Setiap hari kerja |
Jangka waktu | overnight | overnight | overnight | overnight |
Nominal pengajuan minimal | Rp1.000jt | Rp1.000jt | – | – |
Nominal kelipatan | Rp100jt | Rp100jt | 1 unit surat berharga | 1 unit surat berharga |
Mekanisme transaksi | FRT | FRT | FRT | FRT |
Setelmen | T + 0 | T + 0 | T + 0 | T + 0 |
Suku bunga | BI Rate – 200bps | BI Rate – 200bps | BI Rate + 100bps | BI Rate + 100bps |
Peserta | Bank | Bank | Bank | Bank |
Untuk meningkatkan efektivitas pelaksanaan operasi moneter dan mendorong perkembangan pasar uang domestik, Bank Indonesia melakukan penyempurnaan operasi moneter yang mulai dilakukan sejak Maret 2010. Penyempurnaan operasi moneter tersebut dilakukan melalui upaya penyerapan ekses likuiditas rupiah dengan lebih mengutamakan penggunaan instrumen Operasi Pasar Terbuka (OPT) tenor yang lebih panjang.
Secara umum, pasar uang domestik berada pada kondisi ekses likuiditas yang bersifat permanen/struktural yang ditunjukkan dengan meningkatnya posisi Operasi Moneter dari waktu ke waktu. Kondisi ekses likuiditas menyebabkan secara harian penawaran (supply) likuiditas umumnya jauh lebih tinggi dibandingkan tingkat permintaannya (demand). Hal tersebut mendorong suku bunga pasar uang jangka pendek, dalam hal ini suku bunga PUAB o/n, berada di level yang rendah.
Di sisi lain, sebagai sasaran operasional kebijakan moneter, Bank Indonesia menjaga agar suku bunga pasar uang jangka pendek tersebut tidak terlalu melebar dari suku bunga kebijakan (BI Rate) untuk mendukung pencapaian sasaran akhir kebijakan moneter. Dengan kondisi supply likuiditas harian di pasar uang yang masih tinggi, dan untuk menjaga agar suku bunga pasar uang jangka pendek bergerak tidak terlalu jauh dari BI Rate, maka Bank Indonesia melakukan penyempurnaan operasi pasar terbuka sebagai berikut :
- 1. Perpanjangan Profil Jatuh Waktu Sertifikat Bank Indonesia
Pelaksanaan lelang dari mingguan menjadi bulanan diharapkan dapat mendorong bank mengelola likuiditasnya dalam rentang waktu yang lebih panjang. Adapun penyerapan ekses likuiditas yang mengutamakan SBI dengan tenor yang lebih panjang diharapkan dapat mendorong berkembangnya transaksi di pasar uang dan pelaksanaan operasi moneter yang lebih efektif.
Penyempurnaan operasi moneter diimplementasikan mulai Juni 2010. Untuk memudahkan pelaku pasar uang dalam mengelola likuiditasnya di masa transisi, BI menetapkan kalender lelang SBI. Dalam rangka menjaga kecukupan likuiditas agar stabilitas suku bunga tetap terjaga, BI tetap mengoptimalkan penggunaan instrumen operasi moneter lainnya, seperti Term Deposit, Standing Facility, Repo dan Reverse Repo. Dengan demikian, tidak ada perubahan struktur instrumen operasi moneter yang ada saat ini. Sementara itu, pelaksanaan lelang SBI Syariah (SBIS) mengikuti jadwal lelang dan tenor SBI terpendek.
- 2. Paket Kebijakan Penguatan Manajemen Moneter dan Pengembangan Pasar Keuangan
Paket kebijakan yang diambil secara umum berupa kebijakan untuk memperkuat operasi moneter dan menyempurnakan aspek prudential perbankan, terdiri dari penambahan instrumen dan penyempurnaan beberapa ketentuan baik di pasar uang rupiah maupun valas, yang terdiri dari:
- Pelebaran koridor suku bunga PUAB O/N; diimplementasikan mulai 17 Juni 2010.
- Penerapan minimum one month holding period Sertifikat Bank Indonesia (SBI); diimplementasikan mulai 7 Juli 2010.
- Penambahan instrumen moneter non-securities dalam bentuk term deposit; berlaku mulai 7 Juli 2010.
- Penyempurnaan ketentuan mengenai Posisi Devisa Neto (PDN); berlaku mulai 1 Juli 2010.
- Penerbitan SBI berjangka waktu 9 dan 12 bulan; yang diimplementasikan pada minggu ke-II Agustus 2010 (SBI 9 Bulan)
- Penerapan mekanisme triparty repurchase (repo) Surat Berharga Negara (SBN).
Sumber:
- https://cszoel.wordpress.com/2012/05/16/peranan-bank-indonesia-dalam-menjaga-stabilitas-rupiah/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar