Peran Bank Indonesia Dalam Menjaga Stabilitas Nilai Rupiah


Guna mencapai tujuan mencapai dan memelihara kestabilan nilai Rupiah, Bank Indonesia diberikan kewenangan oleh UU No. 23 Tahun 1999 dalam tiga bidang tugas, yaitu :
  1. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter;
  2. Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran; dan
  3. Mengatur dan mengawasi bank.
Pelaksanaan ketiga tugas di atas mempunyai keterkaitan dan karenanya harus dilakukan secara saling mendukung guna tercapainya tujuan Bank Indonesia secara efektif dan efisien. Tugas menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter dilakukan Bank Indonesia antara lain melalui pengendalian jumlah uang beredar dan suku bunga dalam perekonomian. Efektivitas pelaksanaan tugas ini tentunya memerlukan dukungan sistem pembayaran yang efisien, cepat, aman, dan andal yang merupakan sasaran dari pelaksanaan tugas mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran. Sistem pembayaran yang efisien, cepat, aman, dan andal tersebut memerlukan sistem perbankan yang sehat yang merupakan sasaran tugas mengatur dan mengawasi bank.
Secara prinsip terdapat beberapa strategi dalam mencapai tujuan kebijakan moneter. Masing-masing strategi memiliki karakteristik sesuai dengan indikator tertentu yang digunakan sebagai nominal anchor (jangkar nominal) atau semacam sasaran antara dalam mencapai tujuan akhir. Beberapa strategi kebijakan moneter tersebut, antara lain :

  1. Exchange rate targeting (penargetan nilai tukar)
  2. Monetary targeting (penargetan besaran moneter).
  3. Inflation targeting (penargetan inflasi)
  4. Implicit but not explicit anchor (strategi kebijakan moneter tanpa jangkar yang tegas).
Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, kestabilan nilai Rupiah mempunyai dua dimensi yaitu kestabilan nilai Rupiah terhadap barang dan jasa (disebut dengan inflasi) dan kestabilan nilai Rupiah terhadap mata uang Negara lain (disebut dengan nilai tukar atau kurs Rupiah). Dalam sistem nilai tukar mengambang yang dianut saat ini, nilai tukar Rupiah ditentukan oleh kekuatan permintaan dan penawaran di valuta asing, dan karenanya Bank Indonesia tidak menargetkan atau berupaya untuk mengarahkan perkembangan nilai tukar Rupiah pada tingkat tertentu. Untuk itu, sasaran akhir Bank Indonesia lebih diarahkan pada pencapaian laju inflasi yang rendah sesuai dengan kondisi perekonomian nasional. Namun demikian, walaupun sasaran akhir kebijakan moneter lebih diarahkan pada pengendalian laju inflasi, Bank Indonesia tidak akan membiarkan perkembangan nilai tukar Rupiah di pasar bergerak secara bergejolak dan menimbulkan ketidakpastian, oleh karena itu Bank Indonesia tetap menempuh langkah-langkah yang diperlukan untuk menstabilkan nilai tukar Rupiah dengan dua pertimbangan utama :

  1. kestabilan nilai tukar Rupiah diperlukan untuk memberikan kepastian dalam perekonomian; dan
  2. nilai tukar Rupiah yang bergejolak dan merosot drastis akan menyulitkan pencapaian sasaran inflasi yang telah ditetapkan.
Dengan dikeluarkannya Undang-undang No. 3 tahun 2004, sasaran inflasi yang sebelumnya ditetapkan sendiri oleh Bank Indonesia diubah menjadi ditetapkan oleh pemerintah setelah berkoordinasi dengan Bank Indonesia. Dalam mencapai sasaran akhir laju inflasi tersebut, secara periodik Bank Indonesia memantau perkembangan berbagai variabel ekonomi riil, moneter, dan keuangan untuk meyakinkan bahwa sasaran inflasi yang telah ditetapkan dapat dicapai. Pemantauan terhadap variabel ekonomi riil dilakukan melalui analisis dan proyeksi perkembangan ekonomi makro, yaitu pertumbuhan ekonomi dan berbagai faktor yang mempengaruhinya. Pemantauan dilakukan baik dari sisi permintaan (konsumsi, investasi, ekspor impor baik swasta maupun pemerintah) maupun dari sisi penawaran (seluruh sektor ekonomi). Dengan pemantauan variabel-variabel tersebut dapat diketahui secara dini kemungkinan tekanan terhadap inflasi ke depan.
Sementara itu, pemantauan terhadap variabel-variabel moneter dan keuangan sebagai sasaran antara dilakukan untuk menentukan berjalannya mekanisme kebijakan moneter ke sektor riil. Transmisi kebijakan moneter pada umumnya berjalan melalui beberapa jalur, yaitu jalur uang, jalur kredit, jalur suku bunga, jalur nilai tukar, jalur harga aset, dan jalur ekspektasi inflasi.
Kerangka operasional kebijakan moneter hingga bulan Oktober 2003 pada dasarnya menggunakan uang primer (M0) sebagai sasaran operasional. Dengan kata lain, kerangka operasional kebijakan moneter yang diterapkan masih dipengaruhi oleh strategi penargetan besaran moneter. Meskipun demikian, sejalan dengan diberlakukannya Undang-undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, kebijakan moneter yang dilakukan diarahkan untuk mencapai sasaran inflasi yang ditetapkan dan diumumkan kepada publik. Hal ini berarti bahwa sejak tahun 2000 Bank Indonesia pada dasarnya telah menerapkan kerangka kebijakan moneter yang dikenal dengan inflation targeting framework. Secara formal, kerangka kebijakan ini dilaksanakan mulai Juli 2005. Dengan kerangka ini, Bank Indonesia secara eksplisit mengumumkan sasaran inflasi yang telah ditetapkan oleh pemerintah kepada publik dan kebijakan moneter diarahkan untuk mencapai sasaran inflasi tersebut. Untuk mencapai sasaran inflasi, kebijakan moneter dilakukan secara forward looking, artinya perubahan stance kebijakan moneter dilakukan melaui evaluasi apakah perkembangan inflasi ke depan masih sesuai dengan sasaran inflasi yang telah dicanangkan.  Dalam kerangka kerja ini, kebijakan moneter juga ditandai oleh transparansi dan akuntabilitas kebijakan kepada publik.  Secara operasional,  stance kebijakan moneter dicerminkan oleh penetapan suku bunga kebijakan  (BI Rate) yang diharapkan akan memengaruhi suku bunga pasar uang dan suku bunga deposito dan suku bunga kredit perbankan.  Perubahan suku bunga ini pada akhirnya akan mempengaruhi output dan inflasi.
Berdasarkan sasaran inflasi yang ditetapkan, proyeksi pertumbuhan ekonomi, nilai tukar, suku bunga, dan variabel ekonomi makro lainnya, Bank Indonesia melalui penyusunan program moneter dapat memperkirakan permintaan uang yang sesuai dengan kebutuhan riil perekonomian. Dengan pengendalian uang primer (M0) sebagai sasaran operasional, maka jumlah uang beredar di masyarakat (M1 dan M2) dapat dipengaruhi agar sejalan dengan sasaran akhir kebijakan moneter berupa kestabilan harga (inflasi). Instrumen moneter utama yang dipergunakan Bank Indonesia untuk mempengaruhi sasaran operasional tersebut adalah Operasi Pasar Terbuka (OPT), di samping instrumen lain seperti Standing Facilities, Giro Wajib Minimum (GWM), ataupun Imbauan. Kegiatan Operasi Pasar Terbuka (OPT) meliputi:

  1. Absorpsi Likuiditas : yang dilakukan melalui penerbitan SBI, Term Deposit, Reverse Repo dan penerbitan SBI Syariah.
  2. Injeksi Likuiditas : yang dilakukan melalui transaksi Repo.
Berikut ini adalah tabel jenis instrumen OPT dan dampaknya terhadap likuiditas serta karakteristiknya :
Keterangan:
– VRT (Variable Rate Tender)
– FRT (Fixed Rate Tender)
– FX (foreign exchange)
– SBI (Sertifikat Bank Indonesia)
– SBIS (Sertifikat Bank Indonesia Syariah)
– SUN (Surat Utang Negara)

Standing facilities meliputi:
–            Penyediaan dana rupiah (lending facility);
–            Dilakukan dengan mekanisme repurchase agreement (repo) surat berharga;
–            Penempatan dana rupiah oleh bank di Bank Indonesia (deposit facility);
–            Dilakukan dengan menempatkan dana rupiah oleh bank secara berjangka di Bank Indonesia.
Berikut adalah tabel jenis instrumen standing facilities dan dampaknya terhadap likuiditas serta karakteristiknya:

Instrumen dan Keterangan
Penempatan Dana
Penyediaan Dana
Deposit Facility
FASBIS
Lending Facility
Repo SBIS/SBSN
Dampak likuiditas Mengurangi likuiditas Mengurangi likuiditas Menambah likuiditas Menambah likuiditas
Frekuensi transaksi Setiap hari kerja Setiap hari kerja Setiap hari kerja Setiap hari kerja
Jangka waktu overnight overnight overnight overnight
Nominal pengajuan minimal Rp1.000jt Rp1.000jt
Nominal kelipatan Rp100jt Rp100jt 1 unit surat berharga 1 unit surat berharga
Mekanisme transaksi FRT FRT FRT FRT
Setelmen T + 0 T + 0 T + 0 T + 0
Suku bunga BI Rate – 200bps BI Rate – 200bps BI Rate + 100bps BI Rate + 100bps
Peserta Bank Bank Bank Bank
Keterangan : FASBIS (Fasilitas Simpanan Bank Indonesia Syariah)
Untuk meningkatkan efektivitas pelaksanaan operasi moneter dan mendorong perkembangan pasar uang domestik, Bank Indonesia melakukan penyempurnaan operasi moneter yang mulai dilakukan sejak Maret 2010. Penyempurnaan operasi moneter tersebut dilakukan melalui upaya penyerapan ekses likuiditas rupiah dengan lebih mengutamakan penggunaan instrumen Operasi Pasar Terbuka (OPT) tenor yang lebih panjang.
Secara umum, pasar uang domestik berada pada kondisi ekses likuiditas yang bersifat permanen/struktural yang ditunjukkan dengan meningkatnya posisi Operasi Moneter dari waktu ke waktu. Kondisi ekses likuiditas menyebabkan secara harian penawaran (supply) likuiditas umumnya jauh lebih tinggi dibandingkan tingkat permintaannya (demand). Hal tersebut mendorong suku bunga pasar uang jangka pendek, dalam hal ini suku bunga PUAB o/n, berada di level yang rendah.
Di sisi lain, sebagai sasaran operasional kebijakan moneter, Bank Indonesia menjaga agar suku bunga pasar uang jangka pendek tersebut tidak terlalu melebar dari suku bunga kebijakan (BI Rate) untuk mendukung pencapaian sasaran akhir kebijakan moneter. Dengan kondisi supply likuiditas harian di pasar uang yang masih tinggi, dan untuk menjaga agar suku bunga pasar uang jangka pendek bergerak tidak terlalu jauh dari BI Rate, maka Bank Indonesia melakukan penyempurnaan operasi pasar terbuka sebagai berikut :

  1. 1.      Perpanjangan Profil Jatuh Waktu Sertifikat Bank Indonesia
Dalam rangka menyempurnakan operasi moneter, Bank Indonesia memperpanjang profil jatuh waktu Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Perubahan tersebut dilakukan melalui perubahan pelaksanaan lelang SBI dari mingguan menjadi bulanan, dan melakukan penyerapan ekses likuiditas rupiah dengan lebih mengutamakan kepada SBI dengan tenor yang lebih panjang.
Pelaksanaan lelang dari mingguan menjadi bulanan diharapkan dapat mendorong bank mengelola likuiditasnya dalam rentang waktu yang lebih panjang. Adapun penyerapan ekses likuiditas yang mengutamakan SBI dengan tenor yang lebih panjang diharapkan dapat mendorong berkembangnya transaksi di pasar uang dan pelaksanaan operasi moneter yang lebih efektif.
Penyempurnaan operasi moneter diimplementasikan mulai Juni 2010. Untuk memudahkan pelaku pasar uang dalam mengelola likuiditasnya di masa transisi, BI menetapkan kalender lelang SBI. Dalam rangka menjaga kecukupan likuiditas agar stabilitas suku bunga tetap terjaga, BI tetap mengoptimalkan penggunaan instrumen operasi moneter lainnya, seperti Term Deposit, Standing Facility, Repo dan Reverse Repo. Dengan demikian, tidak ada perubahan struktur instrumen operasi moneter yang ada saat ini. Sementara itu, pelaksanaan lelang SBI Syariah (SBIS) mengikuti jadwal lelang dan tenor SBI terpendek.

  1. 2.      Paket Kebijakan Penguatan Manajemen Moneter dan Pengembangan Pasar Keuangan
Untuk merespon dan mengantisipasi berbagai dinamika pasar keuangan domestik maupun global, Bank Indonesia mengeluarkan sejumlah kebijakan untuk meningkatkan efektivitas transmisi kebijakan moneter, memperkuat stabilitas sistem keuangan, serta mendorong pendalaman pasar keuangan, pada Selasa, 15 Juni 2010, di Jakarta. Kebijakan ini bukan merupakan kontrol devisa dan tetap dalam koridor sistem devisa bebas yang secara konsisten dianut Indonesia selama ini. Pada gilirannya kebijakan tersebut juga akan mendukung kesinambungan stabilitas makro ekonomi dan memperkuat momentum pemulihan ekonomi.
Paket kebijakan yang diambil secara umum berupa kebijakan untuk memperkuat operasi moneter dan menyempurnakan aspek prudential perbankan, terdiri dari penambahan instrumen dan penyempurnaan beberapa ketentuan baik di pasar uang rupiah maupun valas, yang terdiri dari:

  1. Pelebaran koridor suku bunga PUAB O/N; diimplementasikan mulai 17 Juni 2010.
  2. Penerapan minimum one month holding period Sertifikat Bank Indonesia (SBI); diimplementasikan mulai 7 Juli 2010.
  3. Penambahan instrumen moneter non-securities dalam bentuk term deposit; berlaku mulai 7 Juli 2010.
  4. Penyempurnaan ketentuan mengenai Posisi Devisa Neto (PDN); berlaku mulai 1 Juli 2010.
  5. Penerbitan SBI berjangka waktu 9 dan 12 bulan; yang diimplementasikan pada minggu ke-II Agustus 2010 (SBI 9 Bulan)
  6. Penerapan mekanisme triparty repurchase (repo) Surat Berharga Negara (SBN).
Selanjutnya untuk mendorong terciptanya pasar keuangan yang lebih sehat serta mendukung upaya menjaga kestabilan nilai rupiah pada tanggal 30 September 2011 Bank Indonesia mengeluarkan ketentuan yang mewajibkan penarikan Devisa Hasil Ekspor (DHE) dan Devisa Utang Luar Negeri (DULN) di bank komersial di Indonesia yang penerapannya dilakukan sejak 2 Januari 2012. Pengaturan ini tetap berlandaskan pada sistem devisa bebas yang berlaku selama ini, dimana setiap penduduk dapat dengan bebas memiliki dan menggunakan devisa sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1999 tentang Lalu Lintas Devisa dan Sistem Nilai Tukar.

Sumber:
  • https://cszoel.wordpress.com/2012/05/16/peranan-bank-indonesia-dalam-menjaga-stabilitas-rupiah/

diandrasav

Phasellus facilisis convallis metus, ut imperdiet augue auctor nec. Duis at velit id augue lobortis porta. Sed varius, enim accumsan aliquam tincidunt, tortor urna vulputate quam, eget finibus urna est in augue.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar